Bersin Pada Anabul Merupakan Hal Yang Tidak Penting Dan Tidak Perlu Diperhatikan?
![]() |
sumber: pexels.com |
![]() |
sumber: freepik.com |
Bersin adalah suatu kondisi maupun tindakan yang dilakukan tanpa sadar atau biasa disebut dengan sebutan 'refleks', kondisi bersin ini terjadi disaat pengeluaran udara secara tiba-tiba melalui hidung dan/atau mulut. Lalu, bersin merupakan salah satu cara bagi anabul untuk dapat membersihkan saluran yang digunakan anabul untuk bernafas dan secara umum bersin terbagi menjadi dua fase, yaitu fase sensitif/ sensorik (Nasal phase), dan fase lanjutan/ motorik (Respiratory phase). Berikut penjelasannya:
- Fase Sensitif atau Fase Sensorik, merupakan fase yang terjadi ketika stimulasi dari mukosa hidung menuju "Sneezing center" di batang otak (Brain stem). Stimulasi yang diberikan tersebut terjadi karena adanya mikroorganisme atau benda asing lainnya. Iritasi yang disertai dengan eksudat juga mampu merangsang atau menstimulasi mukosa hidung, sehingga terjadilah bersin.
- Fase Lanjutan atau Fase Motorik, merupakan fase dengan pola stimulasi yang sama dengan fase sebelumnya, namun disertai dengan kondisi dimana anabul menarik nafas yang panjang dengan mata tertutup, otot dada (Thorax) akan mengencang (karena tekanan udara yang berkumpul), lidah yang menekan langit-langit mulut, sehingga memaksa nafas keluar secepat mungkin, dan terjadilah bersin.
Selain stimulasi dikarenakan benda asing atau mikroorganisme, bersin juga dapat terjadi saat saraf Trigeminus terangsang/ terstimulasi. Rangsangan/ stimulasi terhadap saraf tersebut dapat terjadi saat bulu disekitar wajah anabul tercabut. Walaupun terkadang bersin tidak berdampak secara langsung pada kesehatan dan bersin merupakan tindakan yang dapat terjadi tanpa disadari oleh anabul, namun bersin dapat menjadi petunjuk untuk penyakit yang diderita anabul.
![]() |
sumber: pixabay.com |
Inspeksi dengan cara melihat anabul bersin juga dapat menjadi suatu petunjuk bagi kesehatan anabul. Disaat anabul bersin, banyak sekali kemungkinan yang mengarah pada suatu kondisi kesehatan anabul, apalagi disaat anabul bersin-bersin tanpa henti. Berikut adalah beberapa kemungkinan dari banyaknya penyebab bersin pada anabul:
- Infeksi,Kondisi ini sering dijumpai pada anabul dan menjadi penyebab yang paling sering dijumpai, penyebabnya dapat berupa bakteri atau virus. Dikarenakan mikroorganisme tersebut dapat memungkinkan terjadinya peradangan karena kerusakan yang disebabkannya, dan juga akan didapati akumulasi eksudat berlebih sehingga memicu bersin dan hidung tersumbat.
- Neoplasia,Merupakan kondisi terjadinya pertumbuhan sel baru yang abnormal dan dapat berkembang seiring berjalannya waktu. Perkembangan sel abnormal tersebut akan mengganggu jalannya proses pernafasan, sehingga anabul akan bersin-bersin secara berkala.
- Trauma,Trauma dapat terjadi dikarenakan perubahan posisi atau bentuk dari tulang area wajah, yang dimana akan memicu syaraf disekitarnya sehingga terjadilah bersin. Bahkan bersin dikarenaka trauma ini dapat menyebabkan pendarahan yang signifikan.
- Nasal Foreign Bodies (NFB),Merupakan kondisi masuknya benda asing ke dalam saluran pernafasan dan memicu bersin, kondisi masuknya benda asing tersebut juga akan menyebabkan iritasi dan juga memungkinkan timbulnya reaksi alergi, sehingga anabul akan bersin secara terus-menerus.
![]() |
sumber: pixabay.com |
Anggayasti, G. W. (2007). Gambaran Hematologi Anjing Pelacak Operasional Ras Labrador Retriever di Subdit Satwa Polri-Depok. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Baralon, P., Blättner, A., Felsted, K. dan Mercader. (2009). Contemporary Issues In Practice Management. Royal Canin, Aimargues.
Fahmi, A. (2020). Gejala Klinis Rhinitis pada Kucing di Klinik Hewan Kuningan Tahun 2019. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Martínez, M. S., Freijanes, A. V., Grandes, J. dan Vázquez F. (2005). Sneeze related area in the medulla: localisation of the human sneezing centre. J Neurol Neurosurg Psychiatry, 77(4): 559–561.
Pratiwi, R., Anthara, M. S. dan Erawan, I. G. M. K. (2021). Laporan kasus: Rhinitis kronis pada anjing persilangan shih tzu. Indonesia Medicus Veterinus, 10(2): 267-280.
Radford, A. D., Coyne, K. P., Dawson, S., Porter, C. J. dan Gaskell, R. M. (2007). Feline calicivirus. EDP Sciences, 38(1): 319-335.
Sevillano, C., Fernández, A. P., Lopez, V. R,., Sampil, M., Moraña, N.,. Viso, E. and Core, F. J. (2016). A curious fact: Photic sneeze reflex. Autosomical dominant compelling helio-ophthalmic outburst syndrome. National Center for Biotechnology Information, 91(7): 305.
Simatupang, G. T. T. O. dan Anthara, M. S. (2020). Laporan Kasus : Rhinitis Unilateral pada Kucing Lokal. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Denpasar.
Songu, M. and Cemal, C. (2009). Sneeze reflex: facts and fiction. Sage Publishing, 3(3): 131-141.
Takariyanti, D. N., Batan, I. W. dan Erawan, I. G. M. K. (2020). Laporan kasus: Rhinitis unilateral pada kucing lokal yang mengalami langit-langit mulut bercelah (cleft palate). Indonesia Medicus Veterinus, 9(6): 1036-1047.
Taruklinggi, U. R., Suartha, I. N. dan Soma, I. G. (2021). Laporan kasus: Rhinitis infeksi bakteri pada kucing peliharaan. Indonesia Medicus Veterinus, 10(2): 316-326.
Ubaidah, H. H. (2014). Kajian Hadis Tematik Seputar Bersin: Perspektif Ilmu Medis. Skripsi. Fakultas Ushuluddin Universitas islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Winaya, I. B. O., Betara, I. K., Kardena, I. M. dan Oka, I. B. M.
(2012). Pneumonia verminosa pada kucing Lokal yang terinfeksi oleh
Aelurotsrongylus sp. Jurnal Veteriner, 13(4): 353-357.
....
masyaAllah terimakasih atas informasinya dokter.
BalasHapus