Review Cases: FIP (Feline Infectious Peritonitis)

(sumber: Pedersen, 2009)

by D. Khalica Taqwa

Feline infectious peritonitis (FIP) diperkenalkan sebagai penyakit yang berbahaya bagi kucing oleh Holzworth pada tahun 1963 dalam konferensinya di Rumah Sakit Hewan Angel Memorial, Boston. Selanjutnya, dibuktikan oleh Wolfe dan Griesemer bahwa penyakit tersebut disebabkan oleh virus. Lalu, Ward melihat kemiripan FIPV (Feline infectious peritonitis Virus) ini dengan virus dari famili Coronaviridae. Montali dan Strandberg (1972) melaporkan bahwasannya infeksi yang dikarenakan FIP dapat berupa peradangan granulomatosa (kering) dan efusif (basah). Serotip dari virus ini diperkenalkan pada tahun 1984 dengan dua jenis yang berbeda, yaitu FCov (Feline Coronavirus) dan CCV (Canine Coronavirus) (Pedersen, 2009). Feline Infectious Peritonitis atau biasa disingkat FIP merupakan penyakit infeksius (dikarenakan virus) yang sering terjadi pada kucing. FIP merupakan salah satu penyakit yang memiliki angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada kucing. Infeksi ini dapat bersifat fatal apabila tidak ditangani segera saat muncul gejala klinis tertentu (Jayanti et al., 2018).

ETIOLOGI

FCov (Feline Coronavirus) merupakan virus yang menyebabkan FIP, namun memiliki dua jenis serotip yang berbeda, yaitu FCov-1 dan FCov-2 yang dimana Fcov-1 lebih memiliki potensi menimbulkan penyakit dibandingkan dengan FCov-2 yang hanya memiliki potensi sekitar 2-30% saja. FCov memiliki dua tipe yang dapat dibedakan, yang pertama adalah FECV (Feline Enteric Coronavirus) dan FIPV (Feline Infectious Peritonitis Virus) (Sumule et al., 2022). Penyakit FIP (Feline infectious peritonitis) disebabkan oleh virus yang diklasifikasikan pada RNAss virus dan termasuk ke dalam famili Coronaviridae. Pada anjing dan kucing terdapat jenis serotip yang berbeda, yaitu FCov (Feline Coronavirus) dan CCV (Canine Coronavirus) (Pedersen, 2009). Virus ini juga tergolong ke dalam genus Alphacoronavirus serta memiliki kemiripan dengan CCV (Canine Coronavirus) (Chen et al., 2022). 

        Penyakit ini digolongkan menjadi dua, yaitu peradangan granulomatosa (kering) dan efusif (basah). FIP-efusif (basah) merupakan lanjutan dari FIP-granulomatosa (kering), namun umumnya FIP-efusif (basah) lebih sering dijumpai (Uliantara dan Supartika, 2014).

EPIDEMIOLOGI

            Penyakit ini dapat menyerang kucing pada umur 4 bulan, namun sering juga dijumpai pada kucing berumur 6-24 bulan. Virus ini menginfeksi kucing dengan cara replikasi dan mutasi pada saluran Gastrointestinal serta menyerang sel-sel makrofag di dalam jaringan. Penyakit ini tidak bersifat zoonosis dan penularannya dapat terjadi secara per-oral melalui feses atau kontak langsung dengan kucing yang terinfeksi (Aswar, 2009). FCov yang dapat mengganggu saluran Gastrointestinal adalah FECV (Feline Enteric Coronavirus), virus ini akan bereplikasi di dalam sel epitel usus termasuk enterosit dan akan menyebabkan diare, virus ini akan bermutasi menjadi FIPV (Feline infectious peritonitis Virus) dan bereplikasi di makrofag dan limfonodus, lalu FIPV akan menyebar keseluruh tubuh melalui sirkulasi darah dan akan memunculkan antibodi serta menyebabkan masuknya cairan kaya protein ke rongga peritoneum dan abdomen (Mirahsanti, et al., 2022).

GEJALA KLINIS

              Gejala klinis dari infeksi virus ini sangatlah bervariasi, tergantung distribusi dari vaskulitis dan lesi dari granulomatosa (Jayanti et al., 2021). FIP dapat berupa peradangan granulomatosa (kering) dan efusif (basah), atau dapat disebut FIP kering dan FIP basah. Pada awal masa terinfeksi, kucing tidak akan menunjukkan gejala yang signifikan (subklinis). Terjadinya pembesaran hingga terjadinya asites pada area thoraks dan abdomen memang lebih sering ditemukan pada penyakit FIP ini, akan tetapi pembesaran hingga asites juga dapat terjadi pada penyakit kardiovaskular, neoplasia, penyakit hati dan penyakit ginjal (Pedersen, 2009).

DIAGNOSA

               Asites merupakan tanda klinis yang menunjukkan kondisi mendasar dari satu atau beberapa komplikasi penyakit serius. Kondisi ini memerlukan perawatan segera dan rasional sehingga penerapan dari beberapa metode diagnosa penting dilakukan untuk mendapatkan diagnosis yang tepat. Adapun metode diagnosa yang dilakukan pada kucing kasus antara lain pemeriksaan fisik berupa pemeriksaan tanda vital dan pemeriksaan sistem organ. Selain itu dilakukan juga pemeriksaan penunjang antara lain pemeriksaan radiologi, ultrasonografi, hematologi, PCR, biokimia darah, abdominocentesis, dan tes uji rivalta (Jayanti et al., 2021).

DIAGNOSA BANDING

                Diagnosa banding dari penyakit ini adalah penyakit kardiovaskular, neoplasia, penyakit hati dan penyakit ginjal yang bersifat akut, karena penyakit tersebut juga dapat menyebabkan efusi dan menjadikannya asites (Pedersen, 2009).

TREATMENT

Kuratif, Dalam meninjau pilihan pengobatan untuk FIP, banyak penelitian lama yang menjelaskan pengobatan hanya didasarkan pada kasus-kasus tanpa diagnosis FIP yang jelas karena kurangnya uji klinis yang terkontrol dengan baik. Oleh karena itu, sampai saat ini tidak ada pengobatan efektif terhadap FIP (Mirahsanti et al., 2022). Namun, pengobatan untuk menurunkan distensi abdomen serta memperpanjang masa kehidupan dapat menggunakan furosemide 10 mg/ml injeksi intravena (2 x sehari), hepatoprotektor ornipural injeksi subkutan dengan jumlah pemberian 2 ml (setiap 2 hari sekali), nefroprotektor ketosteril per oral dengan jumlah pemberian ½ tablet (setiap 2 hari sekali), antibiotik cefotaxim sodium 1g/ml injeksi intravena dengan jumlah pemberian (2 x sehari), antiradang dexamethasone 5mg/ml injeksi subkutan dengan jumlah (2 x sehari), dan transfer factor 1 x 1 tablet selama 7 hari (Jayanti et al., 2021).

Preventif, Pencegahan yang dapat dilakukan dengan cara menjaga kesehatan dan lingkungan kucing lebih baik lagi. Lalu, vaksinasi terhadap penyakit ini juga sama sulitnya untuk ditentukan. Pedersen mengatakan bahwasannya vaksin FIPV yang ideal haruslah mengandung virus hidup yang dapat bertahan di dalam tubuh dalam keadaan subklinis dan menginduksi kekebalan atau imunitas tubuh tersendiri. Namun, hipotesis tersebut belum dikembangkan dan belum ada vaksin yang berhasil dikembangkan.

REFERENSI

Alazawy, A., Arshad, S. S., Bejo, M. H., Omar, A. R., Ibrahim, T. A. T., Sharif, S., Bande, F. dan Isa, K. A. (2022). Ultrastructure of Felis catus whole fetus (fcwf-4) cell culture following infection with feline coronavirus. Journal of Electron Microsopy, 1(1): 1-8.

Aswar. (2009). Studi Kasus Patologi Feline Infectious Peritonitis Pada Anak Kucing (Felis catus). Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Chen, C., Li, Y. L., Lv, F. L., Xu, L. D. dan Huang, Y. W. (2022). Surface display of peptides corresponding to the heptad repeat 2 domain of the feline enteric coronavirus spike protein on bacillus subtilis spores elicits protective immune responses against homologous infection in a feline aminopeptidase-n-transduced mouse model. Frontiers in Immunology, 13(1): 1-14.

Jayanti, P. D., Gunawan, I. W. N. F., Meidy, N. L. A. K. dan Sulabda, P. (2021). Laporan kasus. Feline infectious peritonitis virus pada kucing lokal jantan yang mengalami asites. Buletin Veteriner Udayana, 13(2): 196-205.

Mirahsanti, N. P. N., Soma, I. G. dan Batan, I. W. (2022). Laporan kasus: radang peitonium menular pada kucing kampung yang diteguhkan dengan uji rivalta. Indonesia Medicus Veterinus, 11(3): 412-423.

Montali, R. J. dan Strandberg, J. D. (1972). Extraperitoneal lesions in feline infectious peritonitis. Veterinary pathology, 9(2): 109-121.

Nururrozi, A., Andimi, A., Yanuartono. dan Indarjulianto. (2022). Studi retrospektif profil hemogram kasus peironitis menular tipe efusif pada kucing. Jurnal Veteriner, 23(1): 112-120.

Pedersen, N. C. (2009). Review article: a review of feline infectious peritoitis virus infection 1963-2008. Journal of Feline Medicine and Surgery, 11(1): 225-258.

Sumule, C., Jamaluddin, A. W., Musdalifah. Dan Monica, W. O. S. (2022). Feline infectious peritonitis (fip) pada kucing ras himalaya di klinik hewan pendidikan universitas hasanuddin. Jurnal Riset Veteriner Indonesia, 6(2): 102-106.

Uliantara, G. A. J. dan Supartika, I. K. E (2014). Feline infectious peritonitis pada kucing lokal. Buletin Veteriner Denpasar, 26(85): 1-5.


DISCLAIMERS

This article has been reviewed by a Veterinarians & Veterinary Medical Students

……

Thank you for your attention to this matter,

I would like to express my gratitude to drh. Roslizawaty, M.P., drh. Adhea Prestiya, and drh. Tegar Juma Yendra.

My thanks are also given to,
Mufid Novreri, S.KH., Husnul Chotimah Kusnadi, S.KH., Alya Azzahra Ananta, and Syamsiatun Nuriah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MITOS Atau FAKTA: Wet food (Pakan Basah) Adalah Penyebab Kegemukkan?

Balada Juli